Jombang, Mediamedia.id – Suara keras yang dikeluarkan dari sound horeg sangat berbahaya bagi pendengaran kita. Kebisingan yang berlebihan berisiko dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Dari sudut pandang medis di bidang Telinga Hidung Tenggorok (THT) tentu hal ini menjadi perhatian serius. Suara yang terlalu kencang tidak pas untuk telinga. Karena telinga itu dirancang sangat sensitif. Berbeda dengan organ manusia yang lain.
Dokter spesialis THT-KL RSUD Jombang, dr. Kihastanto, Sp.THT-KL menjelaskan, telinga dirancang untuk menangkap suara yang sekecil mungkin. Kalau ada respon suara dari luar yang terlalu kencang, jelas mempengaruhi organ dalam telinga.
“Menurut keputusan WHO, batas aman atau instensitas aman yang didengar telinga manusia, itu 70 desibel (dB). Lebih dari itu, potensi membuat pendengaran rusak,” jelasnya, Kamis (21/8/2025).
Kihastanto mengungkapkan, dari hasil pengukuran suara dari speaker-speaker super (sound horeg) yang dilakukan beberapa pihak, yang didapat dari intensitas suara tersebut antara 100 sampai 125 dB. Jadi angka setinggi itu, setara dengan mesin jet, letusan senjata api, bahkan suara petir.
“Suara petir sekitar segitu. Jadi antara 100 – 125 dB itu sangat merusak,” ungkapnya.
Kihastanto menerangkan, walaupun tidak sengaja mendengar suara intensitas tinggi melebihi batas aman, tapi kalau durasi waktu hanya singkat, maka tidak selalu menyebabkan kerusakan. Jadi faktor durasi waktu juga menentukan.
“Jadi telinga kita sangat sensitif. Organ didalam telinga kita itu kecil-kecil. Jadi yang menghubungkan gendang telinga dengan koklea adalah tulang-tulang pendengaran (ossicles) di telinga tengah. Rangkaian tulang ini terdiri dari maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi), berfungsi untuk meneruskan getaran suara dari gendang telinga ke telinga bagian dalam (koklea),” terangnya.
“Itu sangat-sangat kecil. Bisa dibayangkan kalau kena suara yang kencang sampai menggelegar itu pasti terjejas juga,” lanjut Kihastanto.
Namun menurut Kihastanto, bintang utama penyebab penurunan pendengaran karena suara keras ini adalah penurunan atau kerusakan fungsi hair cell (sel rambut dalam telinga). Hair cell ini berada di koklea, yakni telinga bagian dalam. Mekanisme kerusakannya, kalau ada suara keras cairan diselitar hair cell itu bergetar sangat cepat.
“Kalau durasi waktunya rendah atau sesaat saja, maka hanya menyebabkan kelelahan pada hair cell. Tapi kalau terus menerus, sehari sekian jam, setiap hari, itu tidak ada kesempatan recovery dari hair cell maka akan menyebabkan kerusakan permanen. Kalau sudah rusak maka tidak bisa regenerasi lagi,” ujarnya.
Kihastanto menegaskan, jadi efek dari suara keras itu bisa dua macam, yakni efek sesaat dan jangka panjang. Dua efek tergantung intensitas dan durasi paparan itu tadi. Jangka pendek, intensitas suara besar tapi durasi pendek, itu gejalanya tinnitus, yaitu berdenging di telinga tapi tidak ada sumber bunyinya. Namun dalam beberapa waktu akan hilang.
“Kalau jangka panjang, tinnitus dan penurunan pendengarannya tidak akan hilang berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun,” pungkasnya.
(Tiono)